Jumat, 14 November 2008

Tahlil Imam Samudera Lantang

Amrozi dan Muklas Komat Kamit

edisi: Senin, 10 November 2008

TIGA Bomber Bali 1 yang menewaskan 202 orang pada 12 Oktober 2002, Abdul Aziz alias Imam Samudra, Amrozi bin Nurhasyim beserta kakaknya Ali Gufron alias Mukhlas, akhirnya dieksekusi mati di Bukit Nirbaya, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Minggu (9/11) pukul 00.15 WIB. Jasad ketiganya kemudian diterbangkan menggunakan helikopter dan dimakamkan di kampung masing-masing.

Sebelum timah panas regu tembak menembus tubuh mereka, Imam Samudera alias Abdul Aziz, Mukhlas alias Ali Gufron, dan Amrozi berdiri tenang dengan tangan diikat menyamping ke kanan dan ke kiri. Detik-detik menjelang nyawanya meregang, trio bomber diberi kesempatan berdoa, dan mereka serius memanjatkan permohonan dalam keadaan mata terbuka, tanpa kain penutup seperti layaknya eksekusi.

Detik-detik terakhir sebelum ditembus timah panas, mereka diminta jaksa eksekutir untuk berdoa. Saat itu, Abdus Aziz alias Imam Samudra yang berada di tengah, diapit Amrozi Nurhasyim (kiri), dan Ali Gofron alias Mukhlas melafalkan tahlil dengan lantang.

“La Ilaha Illallah, La Ilaha Illallah, La Ilaha Illallah, kata Imam berulang-ulang. Hanya suara Imam Samudera yang terdengar lantang,” ujar seseorang yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri dari persiapan hingga pelaksaan eksekusi tuntas kepada Persda Network.

Tahlil dengan lafal La Ilaha Illallah yang berarti Tiada Tuhan Selain Allah, merupakan zikir yang dilakukan oleh umat Islam. Biasa diucapkan setiap usai shalat, ketika menghadapi hari-hari besar, saat genting, hingga menghadapi kematian.

Sedangkan Amrozi yang berada di sebelah kiri Imam Samudera, dan Mukhlas yang di posisi sebelah kanan, mulutnya komat-kamit melantunkan doa.

“Amrozi dan Mukhlas juga berdoa tapi tidak terdengar, bibirnya hanya komat-kamit,” lanjut sumber yang meminta jati dirinya dirahasiakan rapat-rapat demi keselamatan.

Begitu tiga regu tembak yang masing-masing terdiri dari 12 orang menarik picu laras panjang, suara dor menggelegar di tengah kesunyian malam. Tak ada rintihan atau desahan kesakitan dari ketiga terpidana ini.
Lima menit pasca tiga peluru menembus masing-masing tubuh ketiga terpidana, kepala mereka pun terjatuh menunduk. “Jadi, hitungan saya tidak sampai 10 menit sudah meninggal. Lima menit, kepalanya sudah tertunduk,” lanjutnya.

Wangi Semerbak

Umi Embay tidak mau berkomentar atas eksekusi yang sudah dilakukan terhadap anaknya, Imam Samudra. Ia lebih suka berbicara panjang lebar dengan para kerabatnya, yang menemaninya menguburkan Imam Samudera. Begitu juga dengan kakak perempuan Imam Samudera, enggan berkomentar banyak.

Istri Imam Samudera, Zakiah Darajad, tak terlihat ikut mendampingi mertuanya Umi Embay. Menurut kerabatnya, Zakiah memang selalu menghindari wartawan.

“Saya melihatnya mukanya begitu bersih bersinar. Sebelum dikuburkan, tak semua badannya kami bisa lihat utuh, hanya bagian mukanya saja,” ujar salah seorang tim kesehatan dari Mer C, Jose Rizal, dalam perbincangan khusus dengan Persda Network, usai pemakaman di rumah kediaman Umi Embay Badriah, ibunda Imam Samudera.

Lulu Jamaluddin yang selama ini menjadi juru bicara keluarga seakan mengamini perkataan tim dokter Mer C, Jose Rizal. Sebelum pemakaman, kakaknya yang ia lihat seakan menebar senyum padanya.
“Insya Allah, Kang Azis mati secara syahid. Jasadnya wangi sekali begitu dimasukkan ke dalam liang lahat,” kata Lulu.

Jose Rizal kembali bercerita. Dua minggu sebelum eksekusi dilakukan, ia diperkenankan memeriksa kesehatan terhadap terpidana mati bom Bali I Amrozi, Mukhlas alias Ali Gufron dan Imam Samudera. Hanya Imam Samudera yang paling sehat.

“Imam Samudera seperti orang yang ingin naik puncak gunung tertinggi. Badannya fit sekali. Sementara Amrozi memerlukan kaca mata dan Mukhlas ada masalah dengan giginya. Hanya Imam yang paling fit,” Jose Rizal mencoba meyakini.

Adik bungsu Imam Samudera, Dedi Chaidir punya cerita lain. Dua jam setelah kabar dari salah satu stasiun televisi, mengabarkan kakaknya sudah dieksekusi regu tembak di Nusakambangan, rumah ibunda Imam, Umi Embay Badriah tercium bau wangi yang begitu semerbak.

“Wangi sekali baunya. Bau bunga yang baru pertama kali saya rasakan. Bau wangi itu muncul tak lama kabar dari televisi (eksekusi),” kata Dedi.

Dedi mengaku sempat bertanya kepada Umi. Namun, Umi tak begitu menghiraukan. “Biarlah bau wangi itu ada. Mungkin itu mukjizat dari Allah, apapun maknanya,” kata Dedi menirukan penuturan Umi Embay Badriah.
Usai azan Subuh Dedi mengaku, lambat laun wangi semerbak itu menghilang seiring dengan munculnya mentari pagi, seraya kabar yang coba meyakinkan Ded Chaidir, jasad kakaknya tak lama lagi akan tiba dari Nusakambangkan untuk kemudian dimakamkan.

Jamin Sekolah Anak

Ketua Umum Gerakan Reformasi Islam (Garis) Encep Hernawan SH MBA mengungkapkan keinginannya untuk mengadopsi keempat anak Abdul Aziz atau Imam Samudra. Keinginan ini disampaikannya usai pemakaman jenazah Imam Samudra.

“Saya bukan ingin, tapi akan mengadopsi keempat anak-anak Imam Samudra. Saya siap dan sanggup sampai mereka sekolah sampai perguruan tinggi manapun yang diinginkan,” tegas Encep
Imam Samudra meninggalkan satu istri, Zakiah Darajad dan empat putra-putri. Putra sulungnya bernama Umar Jundul Haq, kemudian tiga lainnya adalah, Salsabila, Tasniem dan Iyash Jaisy.

Dalam kesempatan itu, Ketua Umum Garis Encep Hernawan memberi dukungannya atas rencana Tim Pembela Muslim (TPM) yang akan menempuh jalur hukum terkait eksekusi yang dilakukan terhadap Imam Samudra, Amrozi dan Mukhlas alias Ali Gufron.

“Kita juga sudah laporkan ke Komnas HAM dalam hal ini karena banyak pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi. Banyak hak Imam Samudra dan Amrozi cs yang dirampas hak-haknya. Mudah-mudahan pemerintahan SBY tumbang dan kita akan buru semua yang melakukan upaya-upaya penzoliman terhadap Imam Samudra,” tandasnya.

Beberapa waktu lalu, GARIS adalah salah satu ormas Islam yang sudah menyiapkan areal pemakaman seluas 1 hektar untuk memakamkan para terpidana mati bom Bali I Amrozi cs. Encep kemudian mengakui, yang berkeinginan seperti dirinya juga datang dari para tokoh masyarakat lain baik tokoh masyarakat Banten maupun para tokoh masyarakat dari daerah lain.

“Bukan saya saja yang ingin mewakafkan tanah untuk tempat pemakaman Amrozi cs, akan tetapi sudah puluhan orang yang ingin mewakafkan tanahnya untuk makam mereka yang kami anggap bukan teroris. Teroris sebenarnya adalah Bush,” tegas Encep. (Persda Network/yls/yat)

Tidak ada komentar: